Labels

Selasa, 13 Maret 2012

Hukuman Fisik, Bolehkah?


Sedari kecil kita tahu, apabila kita melakukan kesalahan, maka kita akan mendapat hukuman. Zaman dahulu, orangtua kita biasanya menghukum kita dengan hukuman fisik, seperti dipukul, disabet dengan rotan, disetrap, dikurung di kamar mandi, dll. Karena ini cara menghukum yang kita tahu, maka secara otomatis kita menghukum anak kita dengan cara yang serupa.

Saya perhatikan, model hukuman tempo dulu yang paling populer dan masih banyak dipakai sampai sekarang adalah dikurung di gudang atau kamar mandi. Memang secara fisik tidak menyakiti si anak, tetapi apakah anda pernah memikirkan dampaknya secara psikologis?? Saya punya seorang teman yang phobia berada di ruangan sempit. Usut punya usut, ternyata dulu ia sering dikurung di kamar mandi oleh orangtuanya. Apakah penyakit psikis seperti ini yang ingin anda wariskan ke putera puteri anda? 

Yang memprihatinkan, ternyata di zaman yang sudah semaju dan secanggih ini, saya masih menjumpai sekolah-sekolah yang mempraktekkan hukuman seperti ini. 
Ada lagi tipe orangtua ataupun guru yang ringan tangan, alias suka memukul, mencubit, menjewer dan sebagainya. Anak berisik, dipukul. Anak bertengkar, dipukul. Anak tidak mau belajar, dicubit. Saran saya, belilah saja sansak untuk latihan tinju, daripada anak yang menjadi korban.

Pertanyaannya, apakah hukuman fisik diperbolehkan? Sebenarnya sudah jelas kalau hukuman fisik itu tidak diperbolehkan, walaupun saya kurang paham mengenai hukum, saya yakin ada Undang-undangnya. Dulu saya pernah mengajar di sebuah sekolah di Surabaya, sekolah ini memakai guru-guru dari China dan Amerika, sebut saja Ms.Lan dan Mr.Barry. Suatu hari, waktu jam istirahat, ada murid yang bertengkar. Ms.Lin lalu memukul tangan si anak. Kebetulan Mr.Barry melihat hal tersebut, ia sangat marah dan menegur Ms.Lin. Ia juga melapor ke kepala sekolah, yang pasti ia kesal berat.

Mr.Barry adalah guru yang disiplin, saat ia mengajar, ia mengharapkan murid-murid untuk mendengar dan memperhatikan. Ia juga tidak segan member sangsi apabila ada yang melanggar peraturan di kelas. Tetapi ia sangat sangat tidak menyetujui hukuman fisik. 

Lalu, hukuman atau sangsi seperti apa yang efektif dan membangun, tidak meninggalkan trauma atau berdampak negative secara psikologis? Berikut tips-tips yang dapat anda praktekkan.

1.       Set up Rules
Pertama-tama, anda harus membuat peraturan mengenai apa yang boleh dan tidak boleh dilakukan. Lalu sosialisasikan peraturan ini kepada anak / murid anda. Anda juga harus memberitahukan sangsinya apabila si anak melanggar peraturan tersebut.
Mengapa ini penting? Apabila si anak tidak tahu menahu kalau peraturan itu ada, maka bukanlah kesalahan mereka apabila mereka melanggarnya. Umpamanya anda sedang menyetir, lalu anda belok ke kiri. Tiba-tiba anda diberhentikan oleh seorang polisi yang menyatakan kalau anda telah melanggar rambu-rambu lalu lintas, karena sebenarnya anda tidak diperbolehkan belok kiri. Maukah anda ditilang kalau tidak ada rambu-rambu yang menyatakan kalau anda tidak boleh belok kiri?

2.       Reasoning
Saat anak anda membuat suatu kesalahan, anda harus menjelaskan kepada mereka, apa kesalahan yang telah ia perbuat, mengapa ia tidak diperbolehkan melakukan hal tersebut, dan sangsi yang akan anda berikan kepada mereka.
Apa gunanya memberi hukuman kalau yang dihukum tidak tahu kesalahannya apa? Akhirnya si anak hanya akan mengulang kesalahan yang sama, karena ia tidak tahu salahnya dimana.

3.       Be fair.
Bila anak melakukan kesalahan ringan, berilah sangsi yang ringan. Seorang kenalan saya bercerita mengenai saudaranya, sebut saja Ibu Yanti. Ibu Yanti mempunyai seorang putera berusia 3 tahun, bernama Iwan. Suat hari ibu Yanti memanggil Iwan, “Iwan, Iwan, kesini.” Setelah dipanggil beberapa kali Iwan tidak datang-datang. Ibu Yanti pun merasa kesal, ia lalu menghampiri Iwan yang sedang asik bermain. “Kamu punya telinga tidak, dipanggil dari tadi tidak datang-datang.” Lalu Ibu Yanti pun memukul Iwan dengan membabi buta, buk gedebuk.
 Menurut anda, Iwan tahu tidak salahnya apa? Ia sedang asik bermain, tahu-tahu dimarahi dan dipukuli. Lalu adilkah hukuman yang diberikan kepada Iwan?

4.       Be constructive.
Dalam memberikan hukuman, pilihlah hukuman yang membangun dan tidak merugikan si anak baik secara fisik maupun psikis.
Saya pernah mengajar seorang murid, sebut saya Andre. Andre duduk di bangku TK. Suatu hari ia mencoret dinding kelas dengan spidol. Melihat hal tersebut, saya mengingatkannya untuk tidak mencoret dinding. Tetapi tak lama kemudian ia mencoret-coret dinding lagi. Saya menghampirinya dan berbicara padanya, “Andre, Miss kan sudah bilang, jangan mencoret dinding. Kenapa kamu masih saja melakukannya? Kan dinding ini jadi kotor.”
Andre hanya terdiam. Sebagai hukuman, saya memberi Andre seember air dan kain lap. Saya bilang padanya, kamu harus membersihkan dinding ini sampai coretan itu hilang. Pertama-tama, Andre menolak melakukan hal tersebut. Lalu saya bilang apabila dinding ini belum bersih, maka ia belum boleh pulang.
Akhirnya Andrepun ”mencuci” dinding tersebut, sambil menangis tentunya. Walaupun dinding itu tidak bisa bersih kembali, Andre sudah menyadari kesalahannya, dan ia tidak berani mengulangi lagi.
Kesatu, hukuman ini lebih efektif daripada membentak-bentak, berteriak-teriak ataupun memukul si anak. Kedua, hukuman ini juga konstruktif, karena ia memperbaiki kesalahan dan membangun karakter anak.

5.       Respect
Perlakukan anak dengan hormat apabila anda juga ingin dihormati oleh anak anda. Bicaralah dengan tegas, tidak usah berteriak-teriak, membentak, dan merepet.
Bandingkan:
a.       “Anto, diam kamu! Dari tadi bicara sendiri, Ibu menerangkan kamu tidak memperhatikan, malah mengobrol sendiri. Itu tidak sopan kamu tahu ngga? Kamu tahu tidak kedua orangtuamu susah payah cari uang untuk menyekolahkan kamu, kamu malah main-main, tidak serius belajar. Keluar kamu dari kelas!”

b.      “Anto, kamu tahu tidak mengapa Ibu memanggil kamu? Karena kamu terus berbicara di kelas dan tidak mau memperhatikan Ibu guru. Menurutmu itu salah tidak? Karena itu, sepulang sekolah kamu harus mengerjakan tugas tambahan. Kamu boleh pulang apabila tugas ini sudah selesai.”
Nah, enak kan? daripada anda mengomel atau berteriak tidak karuan.
Semoga bermanfaat.

Regards,
Liana.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar