Sedari kecil kita tahu, apabila
kita melakukan kesalahan, maka kita akan mendapat hukuman. Zaman dahulu,
orangtua kita biasanya menghukum kita dengan hukuman fisik, seperti dipukul,
disabet dengan rotan, disetrap, dikurung di kamar mandi, dll. Karena ini cara
menghukum yang kita tahu, maka secara otomatis kita menghukum anak kita dengan
cara yang serupa.
Saya perhatikan, model hukuman
tempo dulu yang paling populer dan masih banyak dipakai sampai sekarang adalah
dikurung di gudang atau kamar mandi. Memang secara fisik tidak menyakiti si
anak, tetapi apakah anda pernah memikirkan dampaknya secara psikologis?? Saya
punya seorang teman yang phobia berada di ruangan sempit. Usut punya usut,
ternyata dulu ia sering dikurung di kamar mandi oleh orangtuanya. Apakah
penyakit psikis seperti ini yang ingin anda wariskan ke putera puteri anda?
Yang memprihatinkan, ternyata di
zaman yang sudah semaju dan secanggih ini, saya masih menjumpai sekolah-sekolah
yang mempraktekkan hukuman seperti ini.
Ada lagi tipe orangtua ataupun guru yang
ringan tangan, alias suka memukul, mencubit, menjewer dan sebagainya. Anak
berisik, dipukul. Anak bertengkar, dipukul. Anak tidak mau belajar, dicubit.
Saran saya, belilah saja sansak untuk latihan tinju, daripada anak yang menjadi
korban.
Pertanyaannya, apakah hukuman
fisik diperbolehkan? Sebenarnya sudah jelas kalau hukuman fisik itu tidak
diperbolehkan, walaupun saya kurang paham mengenai hukum, saya yakin ada
Undang-undangnya. Dulu saya pernah mengajar di sebuah sekolah di Surabaya, sekolah ini memakai guru-guru dari China dan
Amerika, sebut saja Ms.Lan dan Mr.Barry. Suatu hari, waktu jam istirahat, ada
murid yang bertengkar. Ms.Lin lalu memukul tangan si anak. Kebetulan Mr.Barry
melihat hal tersebut, ia sangat marah dan menegur Ms.Lin. Ia juga melapor ke
kepala sekolah, yang pasti ia kesal berat.
Mr.Barry adalah guru yang
disiplin, saat ia mengajar, ia mengharapkan murid-murid untuk mendengar dan
memperhatikan. Ia juga tidak segan member sangsi apabila ada yang melanggar
peraturan di kelas. Tetapi ia sangat sangat tidak menyetujui hukuman fisik.
Lalu, hukuman atau sangsi seperti
apa yang efektif dan membangun, tidak meninggalkan trauma atau berdampak
negative secara psikologis? Berikut tips-tips yang dapat anda praktekkan.
1.
Set up Rules
Pertama-tama,
anda harus membuat peraturan mengenai apa yang boleh dan tidak boleh dilakukan.
Lalu sosialisasikan peraturan ini kepada anak / murid anda. Anda juga harus
memberitahukan sangsinya apabila si anak melanggar peraturan tersebut.
Mengapa ini
penting? Apabila si anak tidak tahu menahu kalau peraturan itu ada, maka
bukanlah kesalahan mereka apabila mereka melanggarnya. Umpamanya anda sedang
menyetir, lalu anda belok ke kiri. Tiba-tiba anda diberhentikan oleh seorang
polisi yang menyatakan kalau anda telah melanggar rambu-rambu lalu lintas,
karena sebenarnya anda tidak diperbolehkan belok kiri. Maukah anda ditilang
kalau tidak ada rambu-rambu yang menyatakan kalau anda tidak boleh belok kiri?
2.
Reasoning
Saat anak anda
membuat suatu kesalahan, anda harus menjelaskan kepada mereka, apa kesalahan
yang telah ia perbuat, mengapa ia tidak diperbolehkan melakukan hal tersebut,
dan sangsi yang akan anda berikan kepada mereka.
Apa gunanya
memberi hukuman kalau yang dihukum tidak tahu kesalahannya apa? Akhirnya si
anak hanya akan mengulang kesalahan yang sama, karena ia tidak tahu salahnya
dimana.
3.
Be fair.
Bila anak
melakukan kesalahan ringan, berilah sangsi yang ringan. Seorang kenalan saya
bercerita mengenai saudaranya, sebut saja Ibu Yanti. Ibu Yanti mempunyai
seorang putera berusia 3 tahun, bernama Iwan. Suat hari ibu Yanti memanggil
Iwan, “Iwan, Iwan, kesini.” Setelah dipanggil beberapa kali Iwan tidak
datang-datang. Ibu Yanti pun merasa kesal, ia lalu menghampiri Iwan yang sedang
asik bermain. “Kamu punya telinga tidak, dipanggil dari tadi tidak
datang-datang.” Lalu Ibu Yanti pun memukul Iwan dengan membabi buta, buk
gedebuk.
Menurut anda,
Iwan tahu tidak salahnya apa? Ia sedang asik bermain, tahu-tahu dimarahi dan
dipukuli. Lalu adilkah hukuman yang diberikan kepada Iwan?
4.
Be constructive.
Dalam memberikan
hukuman, pilihlah hukuman yang membangun dan tidak merugikan si anak baik
secara fisik maupun psikis.
Saya pernah
mengajar seorang murid, sebut saya Andre. Andre duduk di bangku TK. Suatu hari
ia mencoret dinding kelas dengan spidol. Melihat hal tersebut, saya
mengingatkannya untuk tidak mencoret dinding. Tetapi tak lama kemudian ia
mencoret-coret dinding lagi. Saya menghampirinya dan berbicara padanya, “Andre,
Miss kan
sudah bilang, jangan mencoret dinding. Kenapa kamu masih saja melakukannya? Kan dinding ini jadi
kotor.”
Andre hanya
terdiam. Sebagai hukuman, saya memberi Andre seember air dan kain lap. Saya
bilang padanya, kamu harus membersihkan dinding ini sampai coretan itu hilang.
Pertama-tama, Andre menolak melakukan hal tersebut. Lalu saya bilang apabila
dinding ini belum bersih, maka ia belum boleh pulang.
Akhirnya
Andrepun ”mencuci” dinding tersebut, sambil menangis tentunya. Walaupun dinding
itu tidak bisa bersih kembali, Andre sudah menyadari kesalahannya, dan ia tidak
berani mengulangi lagi.
Kesatu, hukuman
ini lebih efektif daripada membentak-bentak, berteriak-teriak ataupun memukul
si anak. Kedua, hukuman ini juga konstruktif, karena ia memperbaiki kesalahan
dan membangun karakter anak.
5.
Respect
Perlakukan anak
dengan hormat apabila anda juga ingin dihormati oleh anak anda. Bicaralah
dengan tegas, tidak usah berteriak-teriak, membentak, dan merepet.
Bandingkan:
a. “Anto,
diam kamu! Dari tadi bicara sendiri, Ibu menerangkan kamu tidak memperhatikan,
malah mengobrol sendiri. Itu tidak sopan kamu tahu ngga? Kamu tahu tidak kedua
orangtuamu susah payah cari uang untuk menyekolahkan kamu, kamu malah
main-main, tidak serius belajar. Keluar kamu dari kelas!”
b. “Anto,
kamu tahu tidak mengapa Ibu memanggil kamu? Karena kamu terus berbicara di
kelas dan tidak mau memperhatikan Ibu guru. Menurutmu itu salah tidak? Karena
itu, sepulang sekolah kamu harus mengerjakan tugas tambahan. Kamu boleh pulang
apabila tugas ini sudah selesai.”
Nah, enak kan? daripada anda mengomel atau berteriak tidak karuan.Semoga bermanfaat.
Regards,
Liana.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar