Tulisan ini terinspirasi dari
seorang teman saya. Sewaktu beliau bertemu dengan kawan lamanya, sebut saja
Bapak Andi, Bapak Andi meminta tolong pada teman saya untuk menasehati
puteranya, Anton. Anton akan masuk ke bangku kuliah, ia sudah didaftarkan di
sebuah Universitas yang cukup ternama di Jakarta. Akan tetapi, Anton menolak
untuk kuliah apabila ayahnya tidak membelikan mobil. Mobil yang dimintapun
tidak tanggung-tanggung, Honda CRV. Si ayah berniat untuk membelikan Toyota
Avanza, namun Anton menolak.
Saya sendiri juga mengalami hal
ini. Sewaktu putera saya berusia 5 bulan, ia mulai belajar untuk tengkurap.
Dengan susah payah ia berusaha untuk membalikkan badan, sampai bersuara-suara,
eeehh, nngggggg, tapi belum berhasil juga. Saya yang melihatnya merasa kasihan,
lalu saya bantu dia untuk membalikkan badannya. Tetapi kemudian saya tersadar,
ini adalah proses belajar anak saya. Inilah saat dia belajar untuk menggerakkan
badan serta otot-ototnya, agar dapat membalikkan badan. Apabila saya terus
membantunya, maka secara tidak langsung saya telah mensabotase proses
belajarnya. Akhirnya ia malah tidak bisa apa-apa.
Contoh kasus yang lain, ini
terjadi pada saudara jauh saya. Mereka mempunyai 2 orang anak, lelaki dan
perempuan. Yang lelaki sedang menempuh bangku kuliah di Australia. Yang
perempuan, sebut saja Rini, masih kelas 3 SD. Kedua orangtuanya sangat
memanjakan Rini. Semua keinginannya selalu dituruti. Semua orang harus mengalah
pada Rini.
Suatu hari, Rini ikut dengan
saudara-saudara yang lain berkunjung dan menginap di rumah saya. Orangtua Rini
tidak ikut. Pada saat hendak mandi, Rini meminta saya untuk mengeramasi
rambutnya. Saya berkata, “Lho, kamu kan sudah besar, masa tidak bisa keramas sendiri.”
Rini menjawab, “Tidak bisa tante.” Saya yang terheran-heran bertanya kepadanya
“Jadi selama ini kamu kalau keramas gimana?” Dengan entengnya Rini menjawab “Ya
dikeramasin pembantu, atau papa mama.”
Hari itu juga saya mengajari Rini
untuk keramas sendiri. Dari proses membasahi rambut sampai membilas dan
mengeringkan dengan handuk. Ini baru hal sepele, masih bisa diperbaiki. Tetapi
bagaimana dengan sikap dan tingkah laku Rini? Sekarang ayah ibunya masih bisa
meminta orang lain untuk mengalah pada
anaknya. Tetapi saat Rini dewasa? Saat ia memasuki bangku SMA, kuliah, atau di
dunia kerja nantinya. Bukankah hal ini bisa mencelakakan dirinya?
Coba anda bayangkan, kerusakan
seperti apa yang bisa anda lakukan kepada putera-puteri anda jika anda tetap
membantu dan memanjakan mereka?
Kita semua tahu, hidup ini
tidaklah mudah. Apalagi di jaman sekarang, mau cari kerja sulit, mau usaha
sendiri banyak saingannya. Jadi, apa yang bisa kita berikan pada putera-puteri
kita, yang berguna untuk masa depan mereka? Harta bisa habis, tetapi ilmu,
kemampuan untuk bertahan hidup, itu tidak akan habis.
Berikut tips-tips untuk
- Jangan Memanjakan Anak.
Yang saya
maksud disini adalah memanjakan secara berlebihan. Seperti membelikan
benda-benda mahal dan mewah, menturuti segala permintaan mereka, membiarkan
mereka bertindak sesuka hati, dll.
- Bersikap Tegas.
Belajarlah
berkata tidak. Belajarlah menegur tingkah laku anak yang kurang baik atau
salah.
- Beri Pilihan.
Kembali ke
kasus Bapak Andi dan puteranya Anton, Bapak Andi dapat memberikan pilihan
kepada Anton. Misal, “Nak, ayah akan membelikan kamu mobil Avanza untuk
mempermudah kamu pergi kuliah. Kalau kamu menginginkan mobil CRV, kamu bisa
mencari kerja sambilan untuk tukar tambah membeli mobil yang kamu inginkan.
Apabila kamu tetap menolak dan memilih untuk tidak kuliah, ayah tidak marah.
Tetapi jika kamu tidak kuliah, maka ayah tidak akan memberikan uang saku
sepeserpun. Jadi jika kamu memutuskan untuk tidak kuliah, kamu harus mencari
kerja.”
- Arahkan Anak Anda.
Di saat anak
anda mengalami kesulitan, misalnya ia sedang mengerjakan puzzle dan tidak dapat
menyelesaikannya. Janganlah anda langsung mengambil alih dengan memberitahu
jawabannya atau menyelesaikan untuk dia. Tetapi arahkan dia. “Nak, coba kamu
lihat, kira-kira gambar yang mana, gambar A atau B, yang cocok untuk
dipasangkan ke puzzle itu. Coba kamu tes dulu.”
- Ajak Anak untuk Berpikir Kreatif.
Dengan
memberikan pilihan, seperti kasus Bapak Andi di atas. Secara tidak langsung
kita memberi tantangan kepada Anton untuk berusaha mencari cara agar ia bisa
mendapatkan keinginannya. Ia juga belajar bahwa mencari uang itu tidak mudah,
dengan begitu ia dapat lebih menghargai orangtuanya.
Bisa juga anda
mengajak anak untuk mencari solusi atas suatu masalah. Misalnya puteri anda
bertengkar dengan temannya. Anda dapat bertanya, “Kira-kira kamu harus
bagaimana supaya temanmu itu mau bermain dengan kamu lagi?” Anda akan terkejut
mendengar jawaban mereka, kadang-kadang mereka dapat memikirkan hal-hal yang
tidak terpikir oleh kita.